JAKARTA (Pos Kota) – Komisi II DPR RI menolak rencana hibah lahan Kemayoran untuk pembangunan Wisma Atlet kepada Pemprov DKI. Mereka menyatakan tidak setuju pemanfaatan aset Wisma Atlet setelah digunakan untuk Asian Games 2018 diperuntukkan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Heru Budihartono mengatakan dari awal dirinya sudah tidak yakin rencana hibah lahan wisma atlet akan disetujui oleh DPR RI. Apalagi dengan adanya peruntukan wisma atlet setelah Asian Games dijadikan sebagai rusun bagi MBR.
“Ternyata, ramalan saya benar kan. Setelah rapat di Sekretariat Negara (Setneg), hibah tidak disetujui DPR RI,” kata Heru di Balai Kota, Kamis (3/12).
Mendengar kabar itu, Heru merasa senang, karena dia tidak akan tersandera dengan konsep membangun Wisma Atlet yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
“Nah sekarang lupakan hibah. Tapi Setneg harus bersurat kepada Gubernur bahwa hibah sudah tidak bisa dijalankan. Sehingga, surat keputusan dan surat-surat yang sudah diterbitkan oleh Pak Gubernur yang sudah kita jalankan itu dapat direvisi. Jadi bukan hibah lagi tapi menjadi kerja sama pemanfaatsn (KSP) aset, dari Setneg dengan Pemprov DKI,” jelasnya.
Dengam konsep KSP Aset, maka Pemprov tinggal menunjuk pelaksana pembangunan wisma atlet yaitu PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Setneg menunjuk Pusat Pengelolaan Kompleks (PPK) Kemayoran sebagai pihak pengelola lahan.
Artinya, wisma atlet akan dibangun untuk keperluan komersial, seperti menjadi hotel atau apartemen.
“Pemprov menunjuk Jakpro. Setneg menunjuk Kemayoran. Ya sudah membangun komersial. Jadi wisma atlet dibangun secara komersial, setelah itu bisa buat hotel, apartemen,” tuturnya.
Meski Pemprov DKI tidak lagi memiliki kewenangan untuk menentukan pemanfaatan wisma atlet, Heru meminta PT Jakpro untuk menghitung secara benar skema bisnis yang akan dijalankan. Karena gedung yang dibangun diatas lahan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) diatas Hak Penggunan Lahan (HPL).
“Kalau dia bangun apartemen di lahan dengan status HGB diats HPL, harganya tidak seperti gedung yang dibangun diatas lahan HGB murni. Mungkin peminatnya nggak mau beli. Kecuali dihitung bebar, setelah itu boleh dimanfaatkan untuk hotel,” jelasnya.
Bila rencana hibah itu benar-benar ditolak DPR RI, Heru menegaskan PT Jakpro harus merevisi proposal bisnis untuk pembangunan wisma atlet. Tetapi perbaikan proppsal dapat dilakukan setelah ada surat resmi dari Setneg tentan penolakan hibah tersebut.
“Nah ini saya harus lapor ke Pak Gubernur dan Ketua DPRD DKI, bahwa usulan proposal dari Jakpro harus diperbaiki. Perbaikannya dilakukan setelah ada surat dari Setneg. Sehingga administrasinya benar semua. Nggak apa-apa kalau mau diperbaiki di Januari, kan ini kasus yang berbeda,” tukasnya. (john)
sumber: poskota