Dengan disahkannya UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada waktu yang hampir bersamaan di bulan April, tentu akan membawa dampak yang cukup yang beraneka ragam. Pro dan kontra dari berbagai kalangan muncul untuk menyikapi beberapa aturan main yang dianggap belum relevan.
Terlepas dari pro dan kontra, perlu diketahui bahwa dasar hukum penetapan UU KIP dan UU ITE mengacu pada hal yang sama yaitu Pasal 28 F UUD Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa “ Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Hal tersebut disampaikan oleh Mariam F Barata, Sesditjen APTIKA Kemkominfo dalam kegiatan Bimtek Budaya Komunikasi di Balai Pelatihan dan Riset TIK, Ciputat (10/4).
Kehadiran Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat baik secara perorangan, properti/bisnis, termasuk juga melindungi kepentingan pemerintahan. Demikian juga Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk memperoleh informasi publik sesuai yang dibutuhkan untuk kepentingan masing-masing.
Informasi yang dijabarkan dalam UU KIP dapat berupa informasi elektronik pada UU ITE yang berarti bahwa informasi yang disampaikan berupa data/dokumen elektronik dan secara otomatis tunduk pada UU ITE. Sanksi bagi yang melanggar UU ITE hukumannya lebih berat dari UU KIP karena pelanggaran yang tercantum dalam setiap pasal UU ITE memberikan dampak yang lebih luas dan besar.
Dengan demikian, kedua UU tersebut memerlukan banyak kajian maupun penelitian sehingga tidak menimbulkan kontroversi di kemudian hari meskipun dalam konteks pendekatan hukum bahwa UU ITE dan UU KIP memberikan jaminan adanya kepastian hukum dan juga sebagai landasan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran.